Anggota DPR Republik Indonesia Dr.(H.C.) Drs. Cornelis, M.H harap pemerintah pusat dan daerah memperkuat pengawasan terhadap investasi tambang. Hal ini menurutnya sangat diperlukan karena pembangunan tambang tidak boleh hanya mengejar peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), tetapi juga harus memperhatikan kelestarian lingkungan dan keberlanjutan hidup warga setempat.
Cornelis mengatakan, salah satu proyek terbesar di Kalbar saat ini adalah pembangunan Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah, dengan nilai investasi mencapai 831 juta dolar AS atau sekitar Rp12,5 triliun.
Proyek ini termasuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) dan ditargetkan mampu memproduksi satu juta ton alumina per tahun.
“Namun, dari tujuh smelter yang direncanakan, baru satu yang telah berjalan, enam lainnya masih mengalami kendala pendanaan serta belum memiliki mitra strategis,” tutur Cornelis.
Cornelis mendorong agar pemerintah pusat dan daerah memperkuat pengawasan terhadap investasi tambang, menegakkan regulasi yang ada, dan membuka ruang partisipasi publik secara nyata.
“Pembangunan inklusif adalah kunci agar kekayaan sumber daya alam Kalbar benar-benar memberi manfaat luas bagi masyarakat,” katanya.
Masalah energi juga menjadi perhatian serius Cornelis. Ia mengatakan hingga 2025 masih ada lebih dari 700 desa di Kalbar yang belum menikmati listrik PLN.
“Tanpa listrik, pemerataan pembangunan hanya akan menjadi slogan kosong,” tegasnya.
Ia juga menyoroti kebijakan Badan Otorita IKN yang dinilai diskriminatif terhadap masyarakat adat Kalimantan. Ia memperingatkan, bila tanah adat digusur tanpa musyawarah dan ganti rugi yang adil, pembangunan IKN justru akan menciptakan luka sosial baru.
“Negara harus hadir melindungi masyarakat adat, bukan justru menjadi pihak yang melemahkan mereka,” tegasnya.
Sampai saat ini masih marak terjadi sengketa lahan antara masyarakat dan perusahaan perkebunan di wilayah Kalbar.